Sabtu, 15 Juli 2017

Nona Teh : Abstrak

Langit tak begitu cerah, tetapi semburat jingga tetap tepancar dari ufuk barat. Aku berjalan melewati pertokoan. Caraku menikmati senja ialah mengejarnya sambil mengamati orang-orang yang menikmati senja, atau duduk santai dengan secangkir teh hangat di mejaku. Aku jatuh cinta kepada teh sejak pertama kali kopi menghianatiku dengan anggun dan aku memalingkan wajah kepadanya.

Mentari sempurna tenggelam. Cahaya bintang menghiasi langit yang temaram. Angin berhembus menyampaikan sebuah pesan rindu yang entah terbalas atau tidak. Malam menggantung serasi dengan bulan dan bintang, sinarnya sendu menembus celah di antara dedaunan. Purnama. Bukankah kau selalu menyukainya, Laut?

Bukankah katamu tak apa mengenang, agar kita tahu sejauh mana telah melangkah bukan? Maka, sekarang aku ingin mengenangmu, kita, serta variabel-variabel lain yang turut menyesaki diantaranya.


PS :

Selasa, 18 April 2017

Dikejar deadline cooy!


Malam ini gemintang menggantung bersanding bersama bulan yang tak lagi purnama. Angin berhembus dengan lembut, membisikan suara nyaring nyamuk-nyamuk yang hidup bebas di alam. Udara sedang bersahabatnya. Tak ada sedikit pun awan cumulonimbus yang tiba-tiba hadir seperti malam-malam sebelumnya. Secangkir teh hangat kembali menemaniku menulis tentang keabsurdan ini.

Melodi lagu untuk perempuan yang sedang dalam pelukan mengalun lembut, namun tetap suara bising dari permainan sepak bola digital mendominasi. Maklumlah sedang ada perlombaan sepak bola digital atau orang-orang menyebutnya dengan PES. Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Semakin malam semakin ramai tempat ini, sebab peserta dan pendukungnya hampir semua telah datang. Teriakan-teriakan penyemangat pun terdengar hingga ruangan ini.

“Minggu ini padet banget ya.., udah ada uts yang materinya nggak ngerti belum lagi persiapan kegiatan-kegiatan, ditambah paper-paper dari dosen killer yang ngasih tugasnya dadakan kaya tahu bulat.” Keluh seseorang dengan suara berat di sebelahku.

“Aku sampe bingung mau ngerjain yang mana dulu tau nggak.” Ucap seorang puan di depanku dengan raut muka yang ditekuk.

"Kamu udah mudeng teorinya William Estes belum? Kok aku gagal paham terus ya.” Nada putus asa dan lelah mulai terdengar dari suara berat itu, “Sebenarnya teori ini itu gimana sih?”

Seorang lelaki di antara kami menyela,”Kamu tanya aku? Aku aja nggak ngerti kok, padahal kemarin presentasi tentang teori ini, dan dengan polosnya langsung buka kartu duluan kalo kelompokku nggak menguasai materi ini. Bahkan dosennya sendiri bilang kalau materi ini termasuk susah. Terus aku kudu gimana coba?” dengan nada tak kalah putus asanya.

Lalu, entah siapa yang terlebih dahulu memulai membuka video pembelajaran tentang teori-teori itu dan kami mulai memperhatikan secara seksama dengan selingan diskusi. Tiba-tiba ada suara lengkingan yang sangat keras dari ambang pintu memanggil namaku, “Qowi... kamu udah ngresume BK belum?” seperti biasa ia tanpa rasa bersalah telah berteriak hingga seluruh pandangan tertuju padanya.


“Kamu tanya aku? Ya jelaslah ya,” aku membuka buku kecilku yang berisi notes tugas dan puisi-puisi abstrak ketika dilanda kegabutan dan kebosanan, “Belum, hehe.”

“Dasar kamu ya, besok dikumpulin, Neng. Mau ngerjain kapan?” tanyanya lagi dengan suara yang lebih pelan. 

Everybody knows that BK kita tiap pertemuan ngeresume. So, keep calm and beli capcin yuk!”


18 April 2017
Di tengah deadline

Kamis, 13 April 2017

Berbesarlah

Setiap manusia pasti pernah melakukan perjalanan, entah itu perjalanan wisata sekolah atau apa. Arti perjalanan setiap orang tentu berbeda, termasuk aku. Dalam hidupku perjalanan memiliki arti yang berbeda disetiap likunya. Ada kalanya perjalanan itu bermakna bahagia, kerinduan, perpisahan, juga pengalaman-pengalaman tak terlupakan. Semakin lama seseorang melakukan perjalanan, maka semakin ia merasa lelah dan berbanding terbalik dengan pengalaman yang ia punya. Lelah itu sebuah kewajaran, jadi jangan salahkan.

Malam ini semoga tidak lagi menjadi malam panjang teman perjalanan. Malam ini gemintang, tentu saja berbeda dari malam-malam biasanya yang temaram sebab hujan. Jendelaku tak berembun kali ini, namun seperti biasa kepul aroma teh kesukaanku menemani. Aku, nona teh yang pernah kau tinggalkan entah sebab apa telah melakukan perjalanan pendek yang melelahkan, sebab kamu. Prajurit bintang yang terkadang enggan menyapa. Tak apa, kutahu kau pasti akan mengutarakan banyak alasan.

Dalam perjalananku kala itu, aku bertemu anak sma yang pada bola matanya memancarkan harapan dan kebimbangan sekaligus. Entah karena apa. Namun sepertinya wajar bagi anak kelas dua belas memancarkan hal itu dari matanya. Aku terkagum karenanya, tentu saja dengan usianya ia sudah berani menulis untuk publik. Sedangkan aku kala itu masih menunggu wangsit untuk menulis dan selalu saja tentang cerita miris menyayat hati. Hingga suatu ketika aku dikatakan penulis air mata. Haha, tak apa, aku nyaman dengan penulisan seperti itu. Setidaknya dari kata luka itu bisa diambil pelajaran setelahnya. (Semoga)

Saat itu, aku menemui juga sinar yang lain. Sinar yang seperti tak ada harapan, yang masih digantungkan kenyataan, yang takut menggenggam harapan. Sinar itu seperti sinar yang kumiliki ketika terjatuh dulu. Kelam, seperti ingin lari dari kenyataan saja rasanya kala itu. Namun, aku tidak mengambil jalan itu. Aku memilih menghadapinya dengan anggun, meski harus menggenggam hatiku lebih erat lagi. Agar tak ada tangan lain yang akan meremukkannya. Pernahkah kalian berpikir jika tak ada seorang pun di sisi kalian? Menyeramkan bukan? Apalagi jika ditambah dengan cibiran yang membakar telinga. Bertahan di bawah tekanan itu tidaklah mudah, kau tahu? rasanya seperti  ingin memutar waktu lebih cepat agar segera berlalu. Namun, sudah kukatakan pilihanku bukan lari, tapi menghadapinya dengan anggun. Bukankah waktu sudah berlalu begitu cepat setelah itu? Ada banyak perjalanan yang kulalui setelah masa kelam itu.

Aku menemui banyak sinar yang beragam. Sinar itu memancarkan pemiliknya, entah bagaimana orang lain menilai sinarku. Aku acapkali meng-aamiin-kan sinar-sinar itu. Bahagia rasanya ketika mendapat kabar salah satu mimpi mereka tergenggam, meski baru simulasi saja. Aku tak memiliki bakat untuk menghipnotis atau apa, dalam perjalananku ini aku merasa istimewa. Ya, walau sering juga menganggap hidup orang lain lebih indah. Namun aku bersyukur atas perjalananku ini telah bertemu berbagai orang-orang hebat yang memperjuangkan mimpinya, yang berani menyampaikan dan menjadikan sinar matanya semakin berbinar. Aku bersyukur atas itu dan aku terinspirasi dari mereka.

Di sebuah senja waktu itu aku luka, sebab salah satu anggota tubuhku terluka parah. Aku merasakannya, pedihnya luar biasa hingga sirius pun seperti enggan mendengarkan harapan.  Salah satu sinar itu seketika redup, hanya dengan restu yang tak tergenggam. Iya, memang restu itu termasuk hal yang paling penting bagiku. Namun, jika kita mengusahakannya juga seiring dengan waktu restu itu akan tergenggam. Tetapi, sinar ini telah benar-benar redup seperti kehilangan nyawa.
Teruntuk sinar-sinar yang pernah kutemui semoga sinar kalian semakin binar. Perjuangkan mimpi-mimpi kalian, agar perjalanan kalian tidak membosankan.

Berbesarlah


Hidup selalu berjalan
Menjadi besar dan berbesar itu mutlak dan pilihan
Ada atau tidak pun pilihan
Satu atau dua
Genap dan ganjil
Ganjil, terasa janggal dalam hati
Berbesarlah
Berbesarlah segala proses
Berbesarlah pada segala
Besar dan berbesarlah bersama