Malam ini gemintang
menggantung bersanding bersama bulan yang tak lagi purnama. Angin berhembus
dengan lembut, membisikan suara nyaring nyamuk-nyamuk yang hidup bebas di alam.
Udara sedang bersahabatnya. Tak ada sedikit pun awan cumulonimbus yang tiba-tiba
hadir seperti malam-malam sebelumnya. Secangkir teh hangat kembali menemaniku
menulis tentang keabsurdan ini.
Melodi lagu untuk
perempuan yang sedang dalam pelukan mengalun lembut, namun tetap suara bising
dari permainan sepak bola digital mendominasi. Maklumlah sedang ada perlombaan
sepak bola digital atau orang-orang menyebutnya dengan PES. Jam dinding sudah
menunjukkan pukul tujuh tepat. Semakin malam semakin ramai tempat ini, sebab
peserta dan pendukungnya hampir semua telah datang. Teriakan-teriakan
penyemangat pun terdengar hingga ruangan ini.
“Minggu ini padet
banget ya.., udah ada uts yang materinya nggak ngerti belum lagi
persiapan kegiatan-kegiatan, ditambah paper-paper
dari dosen killer yang ngasih tugasnya dadakan kaya tahu bulat.” Keluh
seseorang dengan suara berat di sebelahku.
“Aku sampe bingung mau ngerjain yang mana dulu tau nggak.” Ucap seorang
puan di depanku dengan raut muka yang ditekuk.
"Kamu udah mudeng teorinya William Estes belum? Kok aku gagal
paham terus ya.” Nada putus asa
dan lelah mulai terdengar dari suara berat itu, “Sebenarnya teori ini itu
gimana sih?”
Seorang lelaki di antara kami
menyela,”Kamu tanya aku? Aku aja nggak ngerti kok, padahal kemarin presentasi
tentang teori ini, dan dengan polosnya langsung buka kartu duluan kalo
kelompokku nggak menguasai materi ini. Bahkan dosennya sendiri bilang kalau
materi ini termasuk susah. Terus aku kudu gimana coba?” dengan nada tak kalah
putus asanya.
Lalu, entah siapa yang terlebih dahulu memulai membuka video
pembelajaran tentang teori-teori itu dan kami mulai memperhatikan secara
seksama dengan selingan diskusi. Tiba-tiba ada suara lengkingan yang sangat
keras dari ambang pintu memanggil namaku, “Qowi... kamu udah ngresume BK
belum?” seperti biasa ia tanpa rasa bersalah telah berteriak hingga seluruh
pandangan tertuju padanya.
“Kamu tanya aku? Ya jelaslah ya,” aku membuka buku kecilku yang berisi
notes tugas dan puisi-puisi abstrak ketika dilanda kegabutan dan kebosanan,
“Belum, hehe.”
“Dasar kamu ya, besok dikumpulin, Neng. Mau ngerjain kapan?” tanyanya lagi
dengan suara yang lebih pelan.
“Everybody knows that BK kita
tiap pertemuan ngeresume. So, keep calm and beli capcin yuk!”
18 April 2017
Di tengah deadline