Sabtu, 14 Desember 2013

Langit Untuk Laut

Entah apa yang kurasakan kini, yang jelas aku ragu apakah ini nyata aku hanya hayalan belaka. Aku berada di sampingmu, menggenggam jemarimu. Kita duduk bersebelahan, sangat dekat dan begitu rapat hingga tak ada lagi celah yang bisa ditembus oleh cahaya. Kita duduk bersebelahan di atas pasir pantai yang mengadu pada ombak lalu bercerita pada horizon yang membentang seolah menyatukan langit dan laut.

"Aku sayang kamu." Katanya merdu.

"Aku juga sayang kamu." Balasku.

Setelah itu, kami saling diam. Terpaku pada pikiran masing-masing. Memandang hampa laut dan langit yang khas dengan birunya.

"Sampai kapan kamu akan memberi aksen biru yang dalam untukku?" Tanyanya lirih.

 "Sampai kamu yang menyuruhku pergi dan menghilang dari kehidupanmu. Mungkin kau tak akan pernah kehilangan birumu, karena pasti ada langit lain yang akan memberimu biru yang mungkin akan lebih dari biruku."

"Ya, mungkin saja. Suatu saat nanti pasti terjadi, kecuali jika kamu tak mau lagi memberikan aksen biru untukku."

"Aku kan, sudah bilang, aku akan pergi jika kamu yang menyuruhku pergi dri kehidupanmu. Bukan aku yang memilih pergi, tetapi kamu yang memintaku pergi dan tak kembali."

"Iya, aku mengerti."

"Apa kamu akan menyuruhku pergi dan mencari langit yang lebih biru dan lebih luas dari yang terlah kuberikan kepadamu? Apa kamu juga akan memilih langit yang lebih segalanya dariku? Aku takut. Takut jika kamu benar menyuruhku pergi. Aku takut kehilangan Laut yang telah menjadi tempat untukku memberi biru. Aku takut." Jawabku panjang lebar.

"Kita tidak boleh memikirkan dan membuat keputusan yang belum tentu akan terjadi. Yang jelas saat ini aku hanya ingin kamu, aku hanya sayang kamu, dan aku hanya ingin atu Langit yang memberi biru untuk Laut, yaitu kamu. Hanya kamu. Dan membiarkan sang horizon menyatukan kita."

"Iya. Aku sayang kamu lebih."


14 Desember 2013
Saat UAS Sistem Komputer