Namamu tiba-tiba saja menusuk tepat pada dada sebelah kiri. Menghujam, mencabik, hingga luka-luka yang tersisa. Sisa-sisa kekuatan yang kukumpulkan menjadi seulas senyum penuh kesakitan aku mencintaimu luar biasa. Menyeka air mata, meraba segenap duka pada jemari yang bisu untuk menggenggam dalam jarak. Merapal agar waktu tetap ada untuk menatap dunia yang ada pada kedua bola mata. Jarak tetaplah jarak. Usang, terbuang menjadi butir-butir kesedihan. Frasaku selalu sakit hati, kau tahu?
Rasa itu usang terkikis rindu yang lalai menyapa lenganmu,
menbelai wajahmu, juga menjelajah dunia yang ada pada kedua bola matamu. Senja
ini kembali gelombang air mata menjadi hiasan. Merindukanmu, candu luka yang
terus kupupuk menjadi rasa sakit yang tak terperi. Menyisi pada gambar dua
dimensi, dimana kau dan aku menjadi pemeran utama ketika dunia kita saling
beradu. Menyelami perasaan masing-masing, mereka senyum dan kau mengikuti
dengan senyum yang diiringi tawa. Manis.
Kau membuatku memunculkan pertanyaan retoris, “siapa aku
bagimu?”, “apa artinya aku untukmu?”, dan “seberapa pentingkah kabar dariku?”
Pertanyaan-pertanyaan itu berotasi hingga kupu-kupu dalam perut seakan melesak
keluar, membuat pening. Menjadikan
kepercayaan sebagai sandaran, aku mempercayaimu dengan seribu amin. Tanpa sebab
dan tanpa tedeng aling-aling, aku percaya kau dengan sebesar-besarnya percaya.
Meyakini bahwa kau di luar sana juga merindukanku, menjadikan aku rumah bagi
segala lelah yang tak pernah kau sematkan pada bahu.
Aku berhak menangis bukan? Oh iya, aku belum bisa menahan
tangis seperti yang kau inginkan. Aku tak bisa terus tersenyum dan besikap
seolah tak terjadi apa-apa. Aku tak bisa. Inilah aku dengan segala kekurangan
dan ketidakmampuanku. Mengapa, bukankah aku sudah berkata diawal bahwa frasaku
selalu sakit hati? Terdengar miris? Aku tak peduli. Aku hanya menulis apa yang
sedang melintas dalam kepala sebelum segalanya menguap bersama air mata yang
tak pernah kau seka.
Waktu selalu ada, jadi jangan jadikan alasan bila kau tak
bisa menemuiku. Jika kita tak pernah menyempatkan waktu, selamanya kitya tak
akan pernah sempat dan menjadikan alasan “sedang tidak ada waktu” sebagai
kambing hitam. Basi.
Segalanya menjadi abu, terbang bersama udara yang kau hirup
dan lepas bersama karbondioksida. Membuat angan-angan pada gemintang yang
menggantung di angkasa, setelahnya gugur dengan hujan pada hati yang kemarau
sebab luka yang tak terduga.
15 Okt. 15