Ruangan ini sepi, bukan berarti tak ada penghuni, melainkan mereka sibuk dengan urusan masing-masing, dengan pikiran masing-masing, juga dengan dunia masing-masing. Rindu selalu sendu seperti hujan yang selalu menjadi pemantik rindu. Kurang lebih analoginya begitu. Hujan-sendu-rindu. Entah rindu kepada siapa, karena apa, dan merindukan apa. Yang kutahu hanya rindu yang terus mengganggu dan selalu ingin menjadi nomor satu.
Rindu tak hanya kepada seseorang kesayangan tetapi juga kepada apapun yang tak lagi bisa terulang, kenangan misalnya. Kenangan pun tak melulu tentang seorang kesayangan di masa lalu, mungkin juga kepada seorang teman yang tak tahu bahwa dirinya sedang dirindukan.
Bawa aku terbang bersama angin yang menerpa tubuhmu perlahan, lalu hirup angin itu dan aku akan berada dalam jiwamu semampu kamu dan aku bertahan. Aku tak mau mengatakan selamanya, karena aku tahu kata selamanya tak selalu berarti yang sama. Apa aku trauma? Mungkin iya, tapi biarkan trauma itu menjadikan pelajaran bahwa tak perlu menjanjikan hal yang belum tentu akan terjadi juga ditepati. Karena janji-janji itu akan mudah dipercayai dan lebih mudah lagi untuk mencabik isi hati.
Jarak pun mengajarkan kita bagaimana caranya merindu juga menahannya agar tak meledak pada saat dan situasi yang tidak tepat. Tapi, sering kali rindu meledak menjadi kristal bening yang mencari muara. Yang aku tahu, selain bisa menjadi pemicu pertemuan rindu pula dapat menjadi pemicu perpisahan.
11 Desember 2014
Gedung RPL atas barat.
Saat hujan yang sendu menjadi pemantik rindu.
Regards.
-QEW-