Senin, 05 November 2018

Untuk Aku.


Untuk aku.
Terima kasih untuk tetap tidak kehilangan arah sejauh apapun melangkah meski saat itu sempat goyah. Terima kasih untuk tetap waras disaat yang lain kian menekan, menjadikan dirimu sebagai bualan. Tak apa untuk tidak terlihat baik-baik saja, itu tandanya kamu merasa menjadi manusia-merasakan luka. Tak apa jika kamu bersikukuh untuk tidak mengungkapkan sejauh dirimu bisa membendung. Namun kamu harus tahu, di luar sana sepertinya masih ada tangan-tangan yang mau meraihmu, sejauh kamu mengungkapkan.

Terima kasih untuk tetap mengasihi orang-orang yang mungkin pernah membuatmu sakit hati. Bersikap memaafkan dan menerima kembali dengan lapang tidak menjatuhkanmu menjadi manusia yang paling hina di muka bumi. Namun, kamu juga harus ingat bahwa kamu tidak boleh terluka dengan hal yang sama dengan orang yang sama pula. Bukankah seharusnya manusia belajar dari pengalalaman, seperti kata mutiara di bawah buku Sidu-mu saat sekolah dulu.

Terima kasih untuk tetap bertahan meski kamu sudah berdarah-darah sejak lama, meski segala upayamu terkadang hanya dianggap angin lalu bahkan dijatuhkan tanpa basa-basi. Terima kasih untuk tetap melanjutkan hidup meski terkadang kamu tak tahu harus melakukan apa. Terima kasih untuk terus bangkit meski kamu harus tertatih-tatih sendiri, lalu dijatuhkan lagi berkali-kali.

Terima kasih untuk tetap mementingkan perasaan orang lain pula meski acapkali perasaanmu tidak diperhitungkan sama sekali. Kamu pernah merasakannya kan, betapa tidak diperhitunngkannya perasaanmu disetiap katanya? Maka, jangan sampai kamu juga melukai perasaan orang lain hingga terluka hatinya, ingat itu.

Terima kasih untuk tetap bersyukur atas apa yang telah Tuhan beri kepadamu, meski terkadang kamu cukup mengeluh-ngeluh. Terima kasih untuk diriku sebab tanpa adanya semua itu, aku tidak cukup mengenal diriku sendiri.

Lalu maaf, bila aku masih belum bisa sepenuhnya jujur. Terkadang aku masih menyangkal dan berpendapat bahwa pendapatku benar, membuatku merasa besar. Maaf untuk tidak bisanya aku mengambil keputusan-keputusan yang tepat dan membiarkanku terlalu lama diambangan. Maaf untuk segala ketidaksempurnaan dan segala genap-ganjilku yang tak terkira. Kiranya kamu mau memaafkan, aku sudah berubah sedikit-demi sedikit.
5 November 2018
Lelah setelah ditimpa rintik setitik


Selasa, 14 Agustus 2018

Nona Teh : Sudah

Tiba-tiba saja rindu menyergap dari segala sisi ruangan ini. Cuaca sedang dingin-dinginnya ketika aku dipertemukan kembali denganmu. Selepas hujan memang dingin bukan? Bukankah hujan selalu sesendu itu? Langkahku sedikit terhambat lebih ke gemetar tak siap jika harus kembali menatapmu. Dengan kenangan yang sudah seperti bom waktu yang siap meledak langkah kaki menuju pintu keluar menjadi berjarak sepuluh kilometer.
               
                Luka itu masih begitu segar ketika kamu memutuskan sebagai keputusan. Tidak ada yang perlu dipertahankan karena mempertahankan sesuatu yang tidak ingin bertahan adalah suatu kemustahilan. Sisa perjalanan turut memberatkan hati untuk bergegas menemukan pintu keluar.

Rabu, 07 Maret 2018

Nona Teh : Sepertinya Untuk Tuan Kopi

Diam-diam rintik mulai menghampiri bumi, menebarkan aroma tanah basah. Malam ini akan menjadi malam yang dingin batinku. Aku dapat melihat rintiknya dari kaca jendela. Perjalanan kali ini mungkin akan terasa sedikit berat, namun aku sudah siap. Pikiranku mulai menerawang pada hari-hari yang telah tertinggal di belakang.

Kilat menggapai-gapai segala yang dapat ia capai. Kamu selalu senang melihat kilat-kilat itu dari kejauhan, sedangkan aku akan bergidik dan menangkupkan tangan pada telinga ketika kilat mulai menyambar—reflek ketika aku merasa takut. Kamu akan menceritakan masa kecilmu yang nakal dalam versimu. Kamu bercerita panjang lebar dengan sesekali menyesap kopi, minuman favoritmu. Em, terkadang juga kamu memesan vanila late. Entah apa yang kamu sukai dari kedua minuman itu. Kamu bercerita banyak tentang keinginanmu. Katamu, kamu ingin bertualang di negeri sakura, lalu kamu akan menyusuri jalanan dan mencicipi kopi-kopi angkringan, ingin memberi juara katamu. Sesekali kamu menggodaku dengan lelucon garing namun aku tetap tertawa dan mencubit lenganmu.