Langit
tak begitu cerah, tetapi semburat jingga tetap tepancar dari ufuk barat. Aku
berjalan melewati pertokoan. Caraku menikmati senja ialah mengejarnya sambil
mengamati orang-orang yang menikmati senja, atau duduk santai dengan secangkir
teh hangat di mejaku. Aku jatuh cinta kepada teh sejak pertama kali kopi
menghianatiku dengan anggun dan aku memalingkan wajah kepadanya.
Mentari
sempurna tenggelam. Cahaya bintang menghiasi langit yang temaram. Angin
berhembus menyampaikan sebuah pesan rindu yang entah terbalas atau tidak. Malam
menggantung serasi dengan bulan dan bintang, sinarnya sendu menembus celah di
antara dedaunan. Purnama. Bukankah kau selalu menyukainya, Laut?
Bukankah
katamu tak apa mengenang, agar kita tahu sejauh mana telah melangkah bukan?
Maka, sekarang aku ingin mengenangmu, kita, serta variabel-variabel lain yang turut
menyesaki diantaranya.
Jadi gini, ini draf yang lama banget ada di laptop. Sebenarnya, pengen ngepost dari dulu cuma kok rasanya gini banget ya. Tapi, finally ke-post juga, walaupun cuma abstraknya aja. Masih panjang ceritanya sih dan agak random gitu tapi ya gapapa lah ya...
At least, selamat membaca, selamat menanti wkwk (semoga bisa seminggu sekali update wkw)
Teh atau kopi, yang pasti kesepian butuh sejenak rehat sebelum petang berganti malam.
BalasHapus